Proses Hukum 8 Tahun, TKI Masamah Bebas dari Hukuman Mati di Saudi



Latar Belakang :
Kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan yang terjadi diakibatkan oleh ketidakmerataan kesempatan dan lapangan pekerjaan antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Ketimpangan ini terlihat dalam perkembangan angkatan kerja yang berlangsung jauh lebih pesat dibanding kemampuan penyerapan tenaga kerja. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan keterampilan yang khusus, lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Kemiskinan, tuntutan ekonomi yang mendesak, dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutin, dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja. Bahkan, banyak perempuan Indonesia yang menguatkan diri untuk bekerja ke luar negeri dengan tawaran gaji yang relatif lebih besar.
Hal-hal seperti ini tentu menimbulkan keuntungan dan masalah tersendiri bagi pemerintah. Dengan adanya tenaga kerja yang bekerja di luar negeri tentu dapat menghasilkan devisa bagi negara. Namun tidak sedikit kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman TKI ke luar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara. Bukan hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari Negara penerima saja yang banyak melanggar hak dari para TKI, akan tetapi masalah-masalah TKI juga dikarenakan faktor dari para calon TKI itu sendiri. Salah satu contoh Seperti kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal tidak memiliki perlindungan hukum. Permasalahan ini menyebabkan banyaknya tindak kejahatan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahan-permasalahan tersebut seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI yang dimana pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada TKI sebelum keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia.


Tanggal 13 Maret 2017, mungkin akan menjadi hari yang bersejarah dan tak akan bisa dilupakan oleh Masamah Binti Raswa Sanusi. Karena pada tanggal tersebut, dia dinyatakan  bebas oleh Hakim Pengadilan Tabuk.
Masamah adalah seorang WNI (Warga Negara Indonesia) asal Cirebon yang menjadi TKI di Arab Saudi. Namun pada tahun 2009, Masamah harus ditahan di penjara Tabuk, Arab Saudi karena didakwa telah membunuh anak majikannya yang berumur 11 bulan. Dan pada saat itu Masamah disebutkan baru bekerja di rumah majikannny selam & bulan. Pengadilan sempat menjatuhkan hukuman kurungan selama 5 tahun, namun kemudian dibatalkan setelah mereka menyatakan banding dan dikabulkan oleh Mahkamah Banding. Dan kemudian persidangan dilanjutkan kembali hingga tahap akhir.
Pihak keluarga korban meminta Masamah dijatuhi hukuman mati qishas (yaitu istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan atau memberi hukum yang setimpal, mirip dengan “hutang nyawa dibayar dengan nyawa”. Dalam kasus pembunuhan, hukum qishas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.) Hasil sidang pada tanggal 26 Februari 2017 menetapkan pada sidang tanggal 13 Maret 2017 akan menjadi pembacaan vonis terhadap terdakwa. Namun tidak dilakukan karena hakim masih mempertimbangkan untuk menggali lebih dalam keterangan dari saksi saksi yang pernah mengikuti persidangan, termasuk keterangan dari Kepala Mahkamah Umum Tabuk terkait legalitas pengakuan Masamah sebelumnya.
Beberapa tahun terakhir, pengawalan kasus Masamah telah diambil alih Pelaksana Fungsi Konsuler III KJRI Jeddah Rahmat Aming dan Atase Hukum dan HAM KBRI Riyadh Muhibuddin Muhammad Thaib. Rahmat Aming sendiri bolak-balik Jeddah-Tabuk untuk menhadiri setiap persidangan di Provinsi paling ujung dan berjarak lebih dari 1.000 kilometer dari Jeddah itu.
Sementara TKI Masamah menyebutkan sama sekali tidak membunuh anak dari majikannya. Dikatakan bahwa waktu itu dia meninggalkan anak majikannya karena mau membuatkan susu untuk anak majikannya yang bernama Marwah. Namun setelah dia kembali anak majikannya telah meninggal.
Masamah juga tetap pada pendiriannya dan menybutkan bahwa dia sama sekali tidak pernah membuat surat pernyataan atau pengkuan membunuh. Waktu itu disebutkan bahwa dia hanya disuruh tanda tangan ketika di Kantor Polisi, tanpa tahu isinya apa dan mengaku bahwa pada saat itu dia tidak didampingi oleh seorang penerjemah saat dia diperiksa oleh penyidik.
Setiap sebelum sidang juga, Tim KJRI selalu menyempatkan untuk bersilaturahmi dan melakukan pendekatan kepada majikan (Ayah korban) dan menanyakan jalannya sidang yang telah berlangsung begitu lama. Ayah korban juga sebenarnya menginginkan agar proses hukum dapat segera diselesaikan.
Hakim kemudian mempertimbangkan untuk menunda membacakan putusan karena masih menunggu konfirmasi kesaksian dari penyidik yang melakukan investigasi terhadap Masamah setelah memperoleh persetujuan dari Kepala Mahkamah Tabuk. Namun tanpa diduga, ayah korban yang bernama Ghalib sambil terisak meneteskan air mata dan mengangkat tangan, “Tanzaltu laha liwajhillah” (aku maafkan Masamah karena mengharap pahala dari Allah).”
Dengan sedikit terkejut, Hakim bertanya terkait pernyataan pemaafan (tanazul) Ghalib tersebut terhadap Masamah. Ghalib menyampaikan bahwa dirinya dengan penuh ikhlas telah  memaafkan Masamah tanpa syarat, dan tanpa memint uang diyat sedikit pun.
Dia hanya berharap kebaikan untuk dirinya dan untuk Masamah. Dan akhirnya Majelis Hakim mencatat pernyataan tanazul dari ayah korban tersebut dalam persidangan hari itu. Dengan tanazul ini, maka Masamah telah dinyatakan bebas dari tuntutan hak khusus, yaitu hukuaman mati qishas.
Masamah mengucap syukur dan berterimakasih kepada pihak KJRI karena telah mendampingi dan membantunya dalam proses persidangan dan berharap ia dapat segera pulang ke Tanah Air.
Terbebasnya Masamah merupakan buah dari sekian upaya srategis KJRI Jeddah dalam memberi makna kehadiran Negara bagi WNI di Arab Saudi, sebut Rahmat Aming, Pelaksana Fungsi Konsuler sekaligus menjabat selaku Kepala Kanselerai KJRI Jeddah usai mendampingi masamah di mahkamah dalam persidangan.
Isi :
Pada saat ini ada banyak sekali Warga Negara Indonesia (WNI) yang memilih untuk bekerja di Luar Negeri sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Ada banyak pertimbangan yang mereka lakukan, seperti untuk bertahan hidup, untuk mendapat penghasilan yang lebih tinggi lagi, dan juga ada beberpa yang sambil menggunakan penghasilan mereka melanjutkan pendidikan.
Memang ada juga TKI yang dihukum karen telah berbuat salah seperti merampok dan lain sebagainya. Namun, tulisan ini hanya memfokuskan kepada para TKI yang memang tidak terbukti melakukan kesalahan, kepada TKI yang tidak mendapatkan keadilan di luar negeri, kepada para TKI yang merasa bahwa Hak Asasi Manusia-nya telah direnggut.
Dalam beberapa kasus, memang ada bernasib baik dan kehidupannya menjadi lebih baik setelah beralih menjadi TKI, ada yang berhasil melanjutkan sekolah di perkuliahan dan ada juga yang dapat membangun rumah sendiri dari hasil menjadi TKI tersebut. Namun tidak sedikit pula TKI mendapatkan masalah di dalam pekerjaan  mereka, seperti contoh kasus Masamah diatas, dan masih ada banyak contoh  kasus lagi mengenai penganiyayaan bahkan sampai berujung kematina dari TKI. Kasus yang menjadi penyebabnya juga ada bermacam-macam mulai dari hal sepele sampi kepada hal yang berat. Seperti salah menyetrika baju, memecahkan benda kesayangan majikan, kesalahpahaman, sampai pada dugaan pembunuhan.
Permasalahan pada TKI di Indonesia ini benar-benar sudah sangat kompleks, sudah begitu banyak warga negara Indonesia yang bekerja sebagai TKI merasa bahwa Hak Asasi Manusia nya tidak dihargai dan merasa bahwa hak mereka telah direnggut. Bukan hanya Masamah saja yang merasakannya seperti berita diatas. Boleh dikatakan kalau dia masih mendapatkan sedikit keberuntungan karena mendapatkan pengampunan atau telah dimaafkan oleh ayah korban sendiri sehingga dia tidak harus menerima hukuman mati.
Beruntung juga bahwa KJRI memberi perhatian pada kasus Masamah ini sehingga kasus tersebut dapat dselesaikan dengan cara damai tanpa harus ada pemberian hukuman mati pada terdakwa.
Namun tidak begitu yang terjadi pada banyak TKI di luar negeri sana. Mereka mendapatkan hukuman mati pada kesalahan yang tidak diperbuat oleh mereka sendiri. Terkadang negara juga tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelesaikan atau katakanlah untuk membantu meringankan hukuman yang diberikan kepada para TKI.
Namun seharusnya saya seharusnya menuliskan terlebih dahulu mengenai sejarah pengiriman TKI ke luar negeri. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), pada awalnya pengiriman TKI dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan cara mengirim buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan yang saat itu merupakan jajahan Belanda. Saat itu TKI dikirim karena Suriname kekurangan tenaga kerja untuk mengurus perkebunan karena budak asal Afrika yang bekerja di perkebunan Suriname dibebaskan pertengahan 1863 sebagai bentuk pelaksanaan dari politik penghapusan perbudakan.
Pengiriman TKI ini berlanjut setelah Indonesia merdeka. Namun era ini tujuan pengiriman TKI menyebar, mulai beralih ke Arab Saudi dan Malaysia. Arab Saudi menjadi tujuan pengiriman TKI karena ada hubungan religius yang erat antara Indonesia dengan Arab Saudi yaitu melalui jalur ibadah haji.
Pada saat orang Indonesia melaksanakan ibadah haji mereka berinteraksi dengan warga lokal Arab Saudi, bahkan ada yang kemudian menikah, menetap dan membuka usaha di sana. Lambat laun hubungan semakin erat sampai kemudian hari ada yang mengajak saudaranya ke Arab Saudi untuk bekerja.
Malaysia menjadi negara tujuan lain karena memang secara geografi dekat dengan Indonesia. Apalagi sejak dulu memang sudah ada perlintasan di batas antara kedua negara. Sampai 1980-an pengiriman TKI dilakukan berdasarkan hubungan kekerabatan, per orangan dan tradisional.
Itu adalah sejarah singkat mengenai Tenaga Kerja Indonesia. Pertanyaannya sampai kapan kita akan mengirim warga negara ke luar negeri untuk bekerja?
Selain itu juga, ada pula yang disebut dengan TKI non prosedural. Secara sederhana, TKI Non - prosedural atau illegal merupakan Tenaga Kerja Indonesia yang proses keberangkatannya yang tidak memenuhi persyaratan administratif seperti yang seharusnya dan atau tidak diberangkatkan melalui lembaga yang resmi.
Sebaiknya hal ini dicegah karena akan berdampak buruk bagi negara dan TKI illegal itu sendiri. Cara pencegahan TKI non prosedural ini dapat dilakukan dengan cara sosialisasi seputar Calon TKI prosedural kepada masyarakat, pemberian sanksi terhadap oknum pegawai yang melanggar ketentuan tentang persyaratan pembuatan paspor, hingga menjalin koordinasi lintas sektoral dengan beberapa instansi lainnya.
Pemberian sosialisasi mulai dari kriteria hingga hal spesifik lainnya kepada masyarakat. Penerapan sanksi bagi oknum pegawai yang mencoba meloloskan paspor dengan ketidaklengkapan dokumen persyaratan pun perlu diberlakukan, mengacu pada peraturan tentang ASN. Sedangkan, terkait koordinasi lintas sektoral dengan stakeholder memang sudah menjadi keharusan untuk dilakukan.
Pada prinsipnya, selain kekhawatiran akan terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TPPO), pencegahan terhadap TKI non-prosedural juga merupakan wujud dari tanggung jawab Kantor Imigrasi sebagai institusi arus utama yang melayani kelengkapan dokumen masyarakat, sebelum keberangkatan ke Luar Negeri.
"Selain sebagai langkah antisipatif terhadap TPPO, pengawasan ketat pembuatan paspor juga dilakukan untuk mengantisipasi terlantarnya masyarakat di luar negeri yang disebabkan ketidakjujuran atas tujuan mereka berangkat ke luar negeri pada tahap wawancara pembuatan paspor.
TKI sering kali disebut sebagai Pahlawan Devisa. Memang benar, hal itu karena TKI yang bekerja di luar negeri dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 triliun rupiah (menurut data di Wikipedia).
Kembali lagi ke kasus pelanggaran HAM terhadap TKI, bukan hanya di luar negeri saja TKI mendapat perlakuan yang tidak baik. Bahkan di Indonesia juga TKI dirugikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Beberapa kasusnya yaitu :
Pungutan Liar di KBRI/KJRI Malaysia
Para warga negara Indonesia yang ingin memperoleh pelayanan keimigrasian dimana kebanyakan dari mereka adalah TKI yang bekerja di Malaysia, dibebani tarif pungutan liar. Modusnya adalah terbitnya SK/Surat Keputusan ganda, untuk SK pungutan tinggi ditunjukan sewaktu memungut biaya, sedangkan SK pungutan rendah digunakan sewaktu menyetor uang pungutan kepada negara. Pungli ini berawal dari PPATK yang mencium aliran dana tidak wajar dari para pegawai negeri di Konjen Penang pada Oktober 2005, dikemudian hari terungkap, pungutan serupa juga terjadi di KBRI Kuala Lumpur. Pungli ini menyeret para pejabat ke meja hijau, termasuk mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hadi A Wayarabi,Erick Hikmat Setiawan (kepala KJRI Penang) dan M Khusnul Yakin Payapo (Kepala Subbidang Imigrasi Konjen RI-Penang). Erick Hikmat Setiawan divonis 20 bulan penjara.
Pemotongan Gaji Ilegal
Hampir semua TKI atau buruh migran Indonesia mengalami potongan gaji secara ilegal. Potongan ini disebutkan sebagai biaya penempatan dan "bea jasa" yang diklaim oleh PJTKI dari para TKI yang dikirimkannya. Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga bulan sampai tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit TKI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji selama berbulan-bulan. Praktik ini memunculkan kesan bahwa TKI adalah bentuk perbudakan yang paling aktual di Indonesia.
Hal-hal seperti itulah yang harus diderita oleh para TKI yyang bekerja di luar negeri sana. Berharap akan perubahan hidup ke arah yang lebih baik, namun malah semakin buruk dengan perlakuan tidak baik yang diterima.
Meskipun begitu banyak hal-hal negatif yang telah kita dengar, maupn kita tonton di televisi mengenai TKI, tetap saja banyak orang yang berlomba-lomba bekerja diluar negeri. Ya, kembali lagi kepada hal yang saya tuliskan di awal tadi. Tujuan mereka adalah sama, yaitu untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi. Karena memang gaji menjadi seorang TKI diluar negeri itu saya dengar-dengar cukup besar.
Mengutip dari situs berita BBC yang mewawancarai seorang TKI bernama Musiri disebutkan bahwa dia menerima gaji £1.800 (sekitar Rp35 juta) per bulan, lebih tinggi dibandingkan upah standar nasional Inggris £1.152 (sekitar Rp23 juta) per bulan jika menggunakan patokan upah nasional minimum £7.20 per jam dan bekerja selama 40 jam per minggu.Akan tetapi gaji tersebut belum dipotong pajak, biaya transportasi, sewa rumah dan biaya hidup lainnya yang tergolong mahal di ibu kota Inggris.
Dengan besarnya gaji tersebut, Musiri dapat melakukan banyak hal di Bojonegoro. Ia mampu menguliahkan kedua putrinya, dan membantu mengangkat taraf hidup keluarganya, termasuk kedua orang tuanya. "Selain itu, buat beli rumah, beli motor buat dua anak saya dan dua keponakan saya, dan beli tanah juga. Alhamdulillah senang," tuturnya. Sedikit-sedikit Musiri juga punya tabungan dan berharap di tahun berikutnya dapat membeli mobil. "Dengan mobil barunya nanti, Musiri berharap dapat menyetir sendiri dari rumah kontrakannya ke rumah majikan orang Lebanon di gedung apartemen mewah menghadap ke Sungai Thames, London.
Kemudian, saya melakukan pencarian lebih lanjut di internet dan menemukan bahwa di Korea Selatan gaji seorang TKI dapat mencapai angka 33 juta per bulan jika ada lemburan. Hal ini dipicu besarnya UMR yang ditawarkan Korea kepada pekerjanya. Seorang pekerja bisa mengantongi 38 juta perbulan jika rajin bekerja dan banyak lemburan. Tak heran Korea menjadi negara favorit tujuan para TKI bekerja. Meskipun banyak saingan dan persyaratannya cukup rumit, mereka tetap bersemangat untuk pergi dan bekerja disana.
Hal-hal tersebut diatas lah yang menjadikan warga Indonesia tergoda untuk menjadi TKI dan bekerja di luar negeri. Memangnya siapa yang tidak tertarik dengan godaan gaji sebesar itu? Padahal melihat resiko dan fakta di lapangan menjadi TKI bukanlah hal yang mudah. Adanya sanksi akan dikembalikan ke negara asal juga tak menyurutkan ketertarikan masyarakat untuk menjadi TKI dan bekerja di luar negeri. Meskipun maraknya kasus pelanggaran HAM yang dialami oleh para TKI tetap tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk menjadi pekerja di luar negeri.
Memang benar para TKI telah membantu pendapatan negara melalu devisa, namun tidak adakah cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah banyaknya TKI dan masalah pelanggaran HAM yang terjadi pada para TKI di luar negeri? Karena bagaimanapun juga mereka tetaplah manusia yang sama dengan kita dan memiliki hak yang sama dengan kita papun jenis pekerjaan mereka. Mereka tidak layak untuk diperlakukan semena-mena dan mereka tidak layak untuk direnggut hak-haknya.
Pemerintah harus melakukan sesuatu untuk menghentikan hal-hal buruk yang terjadi pada mereka. Bahkan untuk mereka yang menjadi TKI melalui jalur non prosedural. Pemerintah harus mencegah terjadinya kemungkinan paling buruk yaitu perdagangan manusia. Karena meskipun mereka melalui jalur non prosedural, mereka tetaplah Warga Negara Indonesia dan mereka memiliki hak untuk dilindungi oleh negaranya.
Bukan hanya bagi pemerintah, kita sebagai warga masyarakat juga harus turut membantu pemerintah untuk permasalahan TKI ini. Karena sadar atau tidak ketika kita menonton televisi dan membicarakan tentang TKI, kita merasa sedih sekaligus malu bahwa banyak sesama warga Indonesia disiksa, dianiyaya, direnggut haknya di luar negeri sana. Sadar atau tidak kita juga merasa malu karena ada banyak warga negara Indonesia yang dianggap sebagai budak di negeri orang. Kita juga merasa sedih dan malu karena banyaknya saudara kita senegara yang diperdagangkan di luar negeri dengan berkedok dijadikan TKI namun akhirnya diperjual belikan.
Kita harus membantu mereka. Kita perlu mencari cara untuk mengurangi dan menanggulangi permasalahan TKI di negara ini. Kita harus mencari cara untuk memecahkan masalah pelanggaran HAM terhadap para TKI ini.
Menurut saya, ada beberapa cara untuk mengurangi atau menanggulangi permasalahn terhadap TKI ini. Kita semua perlu menyadari bahwa permasalahan TKI berawal dari dalam negeri, meskipun akar masalah di luar negeri juga tidak bisa diabaikan. Rendahnya kesempatan kerja dan tingginya pertumbuhan penduduk berdampak pada meningkatnya aliran pekerja dengan pendidikan rendah ke luar negeri. Peran serta solusi dari pemerintah sangat diperlukan dalam menangani masalah ketenagakerjaan TKI, hal tersebut agar masalah TKI bisa teratasi dan para TKI bisa sejahtera.
Juga dengan memperbanyak lapangan kerja di Indonesia. Dengan banyaknya lapangan kerja dan meratanya lapangan kerja di kota dan pedesaan mayarakat memiliki peluang lebih banyak untuk bekerja di negeri sendiri. Tidak harus lapangan kerja yang besar maksud saya seperti perusahaan dan perkantoran, karena tidak mungkin juga mempekerjakan orang dengan pendidikan pas-pasan di kantor. Lapangan kerja yang saya maksud adalah lapangan kerja yang bergerak di bidang jasa, sehingga para warga masyarakat dapat menyalurkan hobi dan keterampilan mereka dan memperoleh penghasilan dari itu.
Lalu untuk para pekerja yang tetap ingin menjadi TKI dan bekerja di luar negeri, pemerintah juga perlu memberi pelatihan kepada mereka agar tidak menimbulkan masalah ketika sedang bekerja. Seperti berhati-hati dalam melakukan tugas ketika membersihkan sisa makanan dari piring, berhati-hati dalam menyetrika pakaian majikan mereka sendiri dan lain sebagainya.
Lalu kita juga harus memberi sosialisasi terhadap para calon TKI agar mengikuti jalur yang legal dan tidak menjadi TKI illegal, karena ada banyak sanksi yang akan diberikan kepada para TKI yang illegal. Seperti pemotongan gaji yang sesuka hati dilakukan, seperti perdagangan manusia, dan juga sanksi berupa dikembalikan ke negara asal.
Menutu saya itulah beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menyelesaikan permasalahan TKI di indonesia ini.
Sekian dan terimakasih.














Daftar Pustaka :
Aplikasi detikcom / Proses Hukum 8 Tahun, TKI Masamah Bebas dari Hukuman Mati di Saudi / Kamis, 6 Maret 2017


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stadion Aquatic Center GBK Karya Arsitek IAI Andra Matin

Konsep Bangunan Lotte World Tower

Hubungan Arsitektur dengan Masalah Sosial