Proses Hukum 8 Tahun, TKI Masamah Bebas dari Hukuman Mati di Saudi
Latar Belakang :
Kemiskinan dan
ketidakmerataan pendapatan yang terjadi diakibatkan oleh ketidakmerataan
kesempatan dan lapangan pekerjaan antara wilayah pedesaan dan perkotaan.
Ketimpangan ini terlihat dalam perkembangan angkatan kerja yang berlangsung
jauh lebih pesat dibanding kemampuan penyerapan tenaga kerja. Sebagian besar
lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak
membutuhkan keterampilan yang khusus, lebih banyak memberi peluang bagi tenaga
kerja wanita. Kemiskinan, tuntutan ekonomi yang mendesak, dan berkurangnya
peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil
yang tepat dan rutin, dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri
telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja. Bahkan, banyak
perempuan Indonesia yang menguatkan diri untuk bekerja ke luar negeri dengan
tawaran gaji yang relatif lebih besar.
Hal-hal seperti ini
tentu menimbulkan keuntungan dan masalah tersendiri bagi pemerintah. Dengan adanya
tenaga kerja yang bekerja di luar negeri tentu dapat menghasilkan devisa bagi
negara. Namun tidak sedikit kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia
di luar negeri. Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman
TKI ke luar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan
dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan
TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan
ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan
antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila
didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara. Bukan
hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari Negara penerima saja yang
banyak melanggar hak dari para TKI, akan tetapi masalah-masalah TKI juga
dikarenakan faktor dari para calon TKI itu sendiri. Salah satu contoh Seperti
kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal tidak memiliki perlindungan hukum.
Permasalahan ini menyebabkan banyaknya tindak kejahatan terhadap TKI seperti
pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini
pemerintah berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahan-permasalahan
tersebut seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi RI yang dimana pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada TKI
sebelum keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia.
Tanggal 13 Maret 2017, mungkin akan menjadi hari
yang bersejarah dan tak akan bisa dilupakan oleh Masamah Binti Raswa Sanusi.
Karena pada tanggal tersebut, dia dinyatakan
bebas oleh Hakim Pengadilan Tabuk.
Masamah adalah seorang WNI (Warga Negara Indonesia)
asal Cirebon yang menjadi TKI di Arab Saudi. Namun pada tahun 2009, Masamah
harus ditahan di penjara Tabuk, Arab Saudi karena didakwa telah membunuh anak
majikannya yang berumur 11 bulan. Dan pada saat itu Masamah disebutkan baru
bekerja di rumah majikannny selam & bulan. Pengadilan sempat menjatuhkan
hukuman kurungan selama 5 tahun, namun kemudian dibatalkan setelah mereka
menyatakan banding dan dikabulkan oleh Mahkamah Banding. Dan kemudian
persidangan dilanjutkan kembali hingga tahap akhir.
Pihak keluarga korban meminta Masamah dijatuhi
hukuman mati qishas (yaitu istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan
atau memberi hukum yang setimpal, mirip dengan “hutang nyawa dibayar dengan
nyawa”. Dalam kasus pembunuhan, hukum qishas memberikan hak kepada keluarga
korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.) Hasil sidang pada tanggal
26 Februari 2017 menetapkan pada sidang tanggal 13 Maret 2017 akan menjadi
pembacaan vonis terhadap terdakwa. Namun tidak dilakukan karena hakim masih
mempertimbangkan untuk menggali lebih dalam keterangan dari saksi saksi yang pernah
mengikuti persidangan, termasuk keterangan dari Kepala Mahkamah Umum Tabuk
terkait legalitas pengakuan Masamah sebelumnya.
Beberapa tahun terakhir, pengawalan kasus Masamah
telah diambil alih Pelaksana Fungsi Konsuler III KJRI Jeddah Rahmat Aming dan
Atase Hukum dan HAM KBRI Riyadh Muhibuddin Muhammad Thaib. Rahmat Aming sendiri
bolak-balik Jeddah-Tabuk untuk menhadiri setiap persidangan di Provinsi paling
ujung dan berjarak lebih dari 1.000 kilometer dari Jeddah itu.
Sementara TKI Masamah menyebutkan sama sekali tidak
membunuh anak dari majikannya. Dikatakan bahwa waktu itu dia meninggalkan anak
majikannya karena mau membuatkan susu untuk anak majikannya yang bernama
Marwah. Namun setelah dia kembali anak majikannya telah meninggal.
Masamah juga tetap pada pendiriannya dan menybutkan
bahwa dia sama sekali tidak pernah membuat surat pernyataan atau pengkuan
membunuh. Waktu itu disebutkan bahwa dia hanya disuruh tanda tangan ketika di
Kantor Polisi, tanpa tahu isinya apa dan mengaku bahwa pada saat itu dia tidak
didampingi oleh seorang penerjemah saat dia diperiksa oleh penyidik.
Setiap sebelum sidang juga, Tim KJRI selalu
menyempatkan untuk bersilaturahmi dan melakukan pendekatan kepada majikan (Ayah
korban) dan menanyakan jalannya sidang yang telah berlangsung begitu lama. Ayah
korban juga sebenarnya menginginkan agar proses hukum dapat segera
diselesaikan.
Hakim kemudian mempertimbangkan untuk menunda
membacakan putusan karena masih menunggu konfirmasi kesaksian dari penyidik
yang melakukan investigasi terhadap Masamah setelah memperoleh persetujuan dari
Kepala Mahkamah Tabuk. Namun tanpa diduga, ayah korban yang bernama Ghalib
sambil terisak meneteskan air mata dan mengangkat tangan, “Tanzaltu laha
liwajhillah” (aku maafkan Masamah karena mengharap pahala dari Allah).”
Dengan sedikit terkejut, Hakim bertanya terkait
pernyataan pemaafan (tanazul) Ghalib tersebut terhadap Masamah. Ghalib
menyampaikan bahwa dirinya dengan penuh ikhlas telah memaafkan Masamah tanpa syarat, dan tanpa memint
uang diyat sedikit pun.
Dia hanya berharap kebaikan untuk dirinya dan untuk
Masamah. Dan akhirnya Majelis Hakim mencatat pernyataan tanazul dari ayah
korban tersebut dalam persidangan hari itu. Dengan tanazul ini, maka Masamah
telah dinyatakan bebas dari tuntutan hak khusus, yaitu hukuaman mati qishas.
Masamah mengucap syukur dan berterimakasih kepada
pihak KJRI karena telah mendampingi dan membantunya dalam proses persidangan
dan berharap ia dapat segera pulang ke Tanah Air.
Terbebasnya Masamah merupakan buah dari sekian upaya
srategis KJRI Jeddah dalam memberi makna kehadiran Negara bagi WNI di Arab
Saudi, sebut Rahmat Aming, Pelaksana Fungsi Konsuler sekaligus menjabat selaku
Kepala Kanselerai KJRI Jeddah usai mendampingi masamah di mahkamah dalam
persidangan.
Isi :
Pada saat ini ada banyak sekali Warga Negara
Indonesia (WNI) yang memilih untuk bekerja di Luar Negeri sebagai TKI (Tenaga
Kerja Indonesia). Ada banyak pertimbangan yang mereka lakukan, seperti untuk
bertahan hidup, untuk mendapat penghasilan yang lebih tinggi lagi, dan juga ada
beberpa yang sambil menggunakan penghasilan mereka melanjutkan pendidikan.
Memang ada juga TKI yang dihukum karen telah berbuat
salah seperti merampok dan lain sebagainya. Namun, tulisan ini hanya
memfokuskan kepada para TKI yang memang tidak terbukti melakukan kesalahan,
kepada TKI yang tidak mendapatkan keadilan di luar negeri, kepada para TKI yang
merasa bahwa Hak Asasi Manusia-nya telah direnggut.
Dalam beberapa kasus, memang ada bernasib baik dan
kehidupannya menjadi lebih baik setelah beralih menjadi TKI, ada yang berhasil
melanjutkan sekolah di perkuliahan dan ada juga yang dapat membangun rumah
sendiri dari hasil menjadi TKI tersebut. Namun tidak sedikit pula TKI
mendapatkan masalah di dalam pekerjaan
mereka, seperti contoh kasus Masamah diatas, dan masih ada banyak
contoh kasus lagi mengenai penganiyayaan
bahkan sampai berujung kematina dari TKI. Kasus yang menjadi penyebabnya juga
ada bermacam-macam mulai dari hal sepele sampi kepada hal yang berat. Seperti
salah menyetrika baju, memecahkan benda kesayangan majikan, kesalahpahaman,
sampai pada dugaan pembunuhan.
Permasalahan pada TKI di Indonesia ini benar-benar
sudah sangat kompleks, sudah begitu banyak warga negara Indonesia yang bekerja
sebagai TKI merasa bahwa Hak Asasi Manusia nya tidak dihargai dan merasa bahwa
hak mereka telah direnggut. Bukan hanya Masamah saja yang merasakannya seperti
berita diatas. Boleh dikatakan kalau dia masih mendapatkan sedikit
keberuntungan karena mendapatkan pengampunan atau telah dimaafkan oleh ayah
korban sendiri sehingga dia tidak harus menerima hukuman mati.
Beruntung juga bahwa KJRI memberi perhatian pada
kasus Masamah ini sehingga kasus tersebut dapat dselesaikan dengan cara damai
tanpa harus ada pemberian hukuman mati pada terdakwa.
Namun tidak begitu yang terjadi pada banyak TKI di
luar negeri sana. Mereka mendapatkan hukuman mati pada kesalahan yang tidak
diperbuat oleh mereka sendiri. Terkadang negara juga tidak dapat berbuat
apa-apa untuk menyelesaikan atau katakanlah untuk membantu meringankan hukuman
yang diberikan kepada para TKI.
Namun seharusnya saya seharusnya menuliskan terlebih
dahulu mengenai sejarah pengiriman TKI ke luar negeri. Data Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), pada awalnya pengiriman TKI
dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan cara mengirim buruh kontrak ke
negara Suriname, Amerika Selatan yang saat itu merupakan jajahan Belanda.
Saat
itu TKI dikirim karena Suriname kekurangan tenaga kerja untuk mengurus
perkebunan karena budak asal Afrika yang bekerja di perkebunan Suriname
dibebaskan pertengahan 1863 sebagai bentuk pelaksanaan dari politik penghapusan
perbudakan.
Pengiriman TKI ini berlanjut setelah Indonesia
merdeka. Namun era ini tujuan pengiriman TKI menyebar, mulai beralih ke Arab
Saudi dan Malaysia. Arab Saudi menjadi tujuan pengiriman TKI karena ada
hubungan religius yang erat antara Indonesia dengan Arab Saudi yaitu melalui
jalur ibadah haji.
Pada saat orang Indonesia melaksanakan ibadah haji
mereka berinteraksi dengan warga lokal Arab Saudi, bahkan ada yang kemudian
menikah, menetap dan membuka usaha di sana. Lambat laun hubungan semakin erat
sampai kemudian hari ada yang mengajak saudaranya ke Arab Saudi untuk bekerja.
Malaysia menjadi negara tujuan lain karena memang
secara geografi dekat dengan Indonesia. Apalagi sejak dulu memang sudah ada
perlintasan di batas antara kedua negara. Sampai 1980-an pengiriman TKI
dilakukan berdasarkan hubungan kekerabatan, per orangan dan tradisional.
Itu adalah sejarah singkat mengenai Tenaga Kerja
Indonesia. Pertanyaannya sampai kapan kita akan mengirim warga negara ke luar
negeri untuk bekerja?
Selain itu juga, ada pula yang disebut dengan TKI non
prosedural. Secara sederhana, TKI Non - prosedural atau illegal merupakan
Tenaga Kerja Indonesia yang proses keberangkatannya yang tidak memenuhi
persyaratan administratif seperti yang seharusnya dan atau tidak diberangkatkan
melalui lembaga yang resmi.
Sebaiknya hal ini dicegah karena akan berdampak
buruk bagi negara dan TKI illegal itu sendiri. Cara pencegahan TKI non
prosedural ini dapat dilakukan dengan cara sosialisasi seputar Calon TKI
prosedural kepada masyarakat, pemberian sanksi terhadap oknum pegawai yang
melanggar ketentuan tentang persyaratan pembuatan paspor, hingga menjalin
koordinasi lintas sektoral dengan beberapa instansi lainnya.
Pemberian sosialisasi mulai dari kriteria hingga hal
spesifik lainnya kepada masyarakat. Penerapan sanksi bagi oknum pegawai yang
mencoba meloloskan paspor dengan ketidaklengkapan dokumen persyaratan pun perlu
diberlakukan, mengacu pada peraturan tentang ASN. Sedangkan, terkait koordinasi
lintas sektoral dengan stakeholder memang sudah menjadi keharusan untuk dilakukan.
Pada prinsipnya, selain kekhawatiran akan terjadinya tindak pidana
perdagangan orang (TPPO), pencegahan terhadap TKI non-prosedural juga merupakan
wujud dari tanggung jawab Kantor Imigrasi sebagai institusi arus utama yang
melayani kelengkapan dokumen masyarakat, sebelum keberangkatan ke Luar Negeri.
"Selain sebagai langkah antisipatif terhadap TPPO, pengawasan ketat
pembuatan paspor juga dilakukan untuk mengantisipasi terlantarnya masyarakat di
luar negeri yang disebabkan ketidakjujuran atas tujuan mereka berangkat ke luar
negeri pada tahap wawancara pembuatan paspor.
TKI sering kali disebut sebagai Pahlawan Devisa. Memang benar, hal itu
karena TKI yang bekerja di luar negeri dalam setahun bisa
menghasilkan devisa 60 triliun rupiah (menurut data di Wikipedia).
Kembali lagi ke kasus pelanggaran HAM terhadap TKI,
bukan hanya di luar negeri saja TKI mendapat perlakuan yang tidak baik. Bahkan
di Indonesia juga TKI dirugikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Beberapa kasusnya yaitu :
Pungutan Liar di KBRI/KJRI Malaysia
Para warga negara Indonesia yang ingin memperoleh pelayanan keimigrasian
dimana kebanyakan dari mereka adalah TKI yang bekerja di Malaysia, dibebani
tarif pungutan liar. Modusnya adalah terbitnya SK/Surat Keputusan ganda, untuk SK pungutan tinggi
ditunjukan sewaktu memungut biaya, sedangkan SK pungutan rendah digunakan
sewaktu menyetor uang pungutan kepada negara. Pungli ini berawal dari PPATK yang mencium aliran dana tidak
wajar dari para pegawai negeri di Konjen Penang pada Oktober 2005, dikemudian
hari terungkap, pungutan serupa juga terjadi di KBRI Kuala Lumpur. Pungli ini menyeret
para pejabat ke meja hijau, termasuk mantan Duta Besar Indonesia
untuk Malaysia Hadi A Wayarabi,Erick Hikmat Setiawan (kepala
KJRI Penang) dan M Khusnul Yakin Payapo (Kepala Subbidang Imigrasi Konjen
RI-Penang). Erick Hikmat Setiawan divonis 20 bulan penjara.
Pemotongan Gaji Ilegal
Hampir semua TKI atau buruh migran Indonesia mengalami
potongan gaji secara ilegal. Potongan ini disebutkan sebagai biaya penempatan
dan "bea jasa" yang diklaim oleh PJTKI dari para TKI yang
dikirimkannya. Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga bulan sampai
tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit TKI yang terpaksa
menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji selama berbulan-bulan.
Praktik ini memunculkan kesan bahwa TKI adalah bentuk perbudakan yang paling
aktual di Indonesia.
Hal-hal seperti itulah yang harus diderita oleh para TKI yyang bekerja di
luar negeri sana. Berharap akan perubahan hidup ke arah yang lebih baik, namun
malah semakin buruk dengan perlakuan tidak baik yang diterima.
Meskipun begitu banyak hal-hal negatif yang telah kita dengar, maupn kita
tonton di televisi mengenai TKI, tetap saja banyak orang yang berlomba-lomba
bekerja diluar negeri. Ya, kembali lagi kepada hal yang saya tuliskan di awal
tadi. Tujuan mereka adalah sama, yaitu untuk memperoleh kehidupan yang lebih
baik lagi. Karena memang gaji menjadi seorang TKI diluar negeri itu saya
dengar-dengar cukup besar.
Mengutip dari situs
berita BBC yang mewawancarai seorang TKI bernama Musiri disebutkan bahwa dia
menerima gaji £1.800 (sekitar Rp35 juta) per bulan, lebih tinggi dibandingkan
upah standar nasional Inggris £1.152 (sekitar Rp23 juta) per bulan jika
menggunakan patokan upah nasional minimum £7.20 per jam dan bekerja selama 40
jam per minggu.Akan tetapi gaji tersebut belum dipotong pajak, biaya
transportasi, sewa rumah dan biaya hidup lainnya yang tergolong mahal di ibu
kota Inggris.
Dengan besarnya gaji
tersebut, Musiri dapat melakukan banyak hal di Bojonegoro. Ia mampu
menguliahkan kedua putrinya, dan membantu mengangkat taraf hidup keluarganya,
termasuk kedua orang tuanya. "Selain itu, buat beli rumah, beli motor buat
dua anak saya dan dua keponakan saya, dan beli tanah juga. Alhamdulillah
senang," tuturnya. Sedikit-sedikit Musiri juga punya tabungan dan berharap
di tahun berikutnya dapat membeli mobil. "Dengan mobil barunya nanti,
Musiri berharap dapat menyetir sendiri dari rumah kontrakannya ke rumah majikan
orang Lebanon di gedung apartemen mewah menghadap ke Sungai Thames, London.
Kemudian, saya melakukan
pencarian lebih lanjut di internet dan menemukan bahwa di Korea Selatan gaji
seorang TKI dapat mencapai angka 33 juta per bulan jika ada lemburan. Hal ini
dipicu besarnya UMR yang ditawarkan Korea kepada pekerjanya. Seorang pekerja
bisa mengantongi 38 juta perbulan jika rajin bekerja dan banyak lemburan. Tak
heran Korea menjadi negara favorit tujuan para TKI bekerja. Meskipun banyak
saingan dan persyaratannya cukup rumit, mereka tetap bersemangat untuk pergi
dan bekerja disana.
Hal-hal tersebut
diatas lah yang menjadikan warga Indonesia tergoda untuk menjadi TKI dan
bekerja di luar negeri. Memangnya siapa yang tidak tertarik dengan godaan gaji
sebesar itu? Padahal melihat resiko dan fakta di lapangan menjadi TKI bukanlah
hal yang mudah. Adanya sanksi akan dikembalikan ke negara asal juga tak
menyurutkan ketertarikan masyarakat untuk menjadi TKI dan bekerja di luar
negeri. Meskipun maraknya kasus pelanggaran HAM yang dialami oleh para TKI
tetap tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk menjadi pekerja di luar
negeri.
Memang benar para
TKI telah membantu pendapatan negara melalu devisa, namun tidak adakah cara
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah banyaknya TKI dan masalah
pelanggaran HAM yang terjadi pada para TKI di luar negeri? Karena bagaimanapun
juga mereka tetaplah manusia yang sama dengan kita dan memiliki hak yang sama
dengan kita papun jenis pekerjaan mereka. Mereka tidak layak untuk diperlakukan
semena-mena dan mereka tidak layak untuk direnggut hak-haknya.
Pemerintah harus
melakukan sesuatu untuk menghentikan hal-hal buruk yang terjadi pada mereka.
Bahkan untuk mereka yang menjadi TKI melalui jalur non prosedural. Pemerintah
harus mencegah terjadinya kemungkinan paling buruk yaitu perdagangan manusia.
Karena meskipun mereka melalui jalur non prosedural, mereka tetaplah Warga
Negara Indonesia dan mereka memiliki hak untuk dilindungi oleh negaranya.
Bukan hanya bagi
pemerintah, kita sebagai warga masyarakat juga harus turut membantu pemerintah
untuk permasalahan TKI ini. Karena sadar atau tidak ketika kita menonton
televisi dan membicarakan tentang TKI, kita merasa sedih sekaligus malu bahwa
banyak sesama warga Indonesia disiksa, dianiyaya, direnggut haknya di luar
negeri sana. Sadar atau tidak kita juga merasa malu karena ada banyak warga
negara Indonesia yang dianggap sebagai budak di negeri orang. Kita juga merasa
sedih dan malu karena banyaknya saudara kita senegara yang diperdagangkan di
luar negeri dengan berkedok dijadikan TKI namun akhirnya diperjual belikan.
Kita harus membantu
mereka. Kita perlu mencari cara untuk mengurangi dan menanggulangi permasalahan
TKI di negara ini. Kita harus mencari cara untuk memecahkan masalah pelanggaran
HAM terhadap para TKI ini.
Menurut saya, ada
beberapa cara untuk mengurangi atau menanggulangi permasalahn terhadap TKI ini.
Kita semua perlu menyadari bahwa permasalahan TKI berawal dari dalam negeri,
meskipun akar masalah di luar negeri juga tidak bisa diabaikan. Rendahnya
kesempatan kerja dan tingginya pertumbuhan penduduk berdampak pada meningkatnya
aliran pekerja dengan pendidikan rendah ke luar negeri. Peran serta solusi dari
pemerintah sangat diperlukan dalam menangani masalah ketenagakerjaan TKI, hal
tersebut agar masalah TKI bisa teratasi dan para TKI bisa sejahtera.
Juga dengan memperbanyak
lapangan kerja di Indonesia. Dengan banyaknya lapangan kerja dan meratanya
lapangan kerja di kota dan pedesaan mayarakat memiliki peluang lebih banyak
untuk bekerja di negeri sendiri. Tidak harus lapangan kerja yang besar maksud
saya seperti perusahaan dan perkantoran, karena tidak mungkin juga
mempekerjakan orang dengan pendidikan pas-pasan di kantor. Lapangan kerja yang
saya maksud adalah lapangan kerja yang bergerak di bidang jasa, sehingga para
warga masyarakat dapat menyalurkan hobi dan keterampilan mereka dan memperoleh
penghasilan dari itu.
Lalu untuk para
pekerja yang tetap ingin menjadi TKI dan bekerja di luar negeri, pemerintah
juga perlu memberi pelatihan kepada mereka agar tidak menimbulkan masalah
ketika sedang bekerja. Seperti berhati-hati dalam melakukan tugas ketika
membersihkan sisa makanan dari piring, berhati-hati dalam menyetrika pakaian
majikan mereka sendiri dan lain sebagainya.
Lalu kita juga harus
memberi sosialisasi terhadap para calon TKI agar mengikuti jalur yang legal dan
tidak menjadi TKI illegal, karena ada banyak sanksi yang akan diberikan kepada
para TKI yang illegal. Seperti pemotongan gaji yang sesuka hati dilakukan,
seperti perdagangan manusia, dan juga sanksi berupa dikembalikan ke negara
asal.
Menutu saya itulah
beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menyelesaikan permasalahan TKI di
indonesia ini.
Sekian dan
terimakasih.
Daftar Pustaka :
Aplikasi detikcom / Proses Hukum 8 Tahun, TKI
Masamah Bebas dari Hukuman Mati di Saudi / Kamis, 6 Maret 2017
Komentar
Posting Komentar